Sabtu, 30 Oktober 2010

SURAT UNTUK NATALIA 3

TULISAN; RASA; PANTAI
 
Nat, saat itu memanggilku kembali. Saat di mana ada kamu di sisi masih kekasih. Kau berdiri menantangku, bibir dan matamu semangat ceritakan hidup; pancaran ceriamu tenggelamkan-ku dalam laut cinta, hingga sesak aku bila tanpa nafasmu.

Berhadap kita di atas bebatuan, kerikil-kerikil dan pasir sepanjang pijakan. Kelopak mata terpampang manis dengan senyuman; indah yang lengkapi cantikmu. Langit biru yang kontras dengan laut adalah latar romantis kita.

Nat, saat itu memanggilku kembali. Kembali pada pantai yang sering temani saat berdua kita. Tempat pelarian di mana tak ada mata sinis memandang; tak ada mulut iri bicarakan kita. Hanya kamu dan aku menulis rasa pada setiap batu.

Orang-orang yang datang kemudian mungkin bosan melihat ukiran putih tipe-x kita membanjir sekeliling. Kau adalah setiap tulisan putih cintaku. Nyata dan suci.

Nat, saat itu memanggilku kembali. Giurkan walau sebatas harap seperti lumpuh ingin bermain sepakbola.

Bergegas ke sana kucari tulisan-tulisan di batu pantai kita. Tapi nihil. Tak ada lagi sehuruf-pun kutemui.

Mungkin tahun telah lupakan mereka, dan pasti hujan terus-menerus mengikis mereka, lalu habis terhapus jahatnya waktu.

Begitupun hatimu kini, tak ada lagi cinta tertulis indah untukku di sana; mungkin lama terkikis hari-hari bersama dia. Mungkin.

Nat, di pantai itu aku masih menemukan bebatuan, kerikil-kerikil, dan pasir di setiap pijakan. Semoga sebuah moment kiranya bisa membawamu kembali menulis rasa di sana. Rasa yang lama tak kukecap lagi. Rasamu untukku. Rasaku untukmu. Rasa kita…

Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar